Bila beberapa waktu yang lalu saya pernah mem-post tentang
niat saya untuk hijrah menuju pribadi yang baru, kini saya ingin kembali
mengulang topik itu.
Ya, tidak terasa telah lebih dari dua bulan semenjak niat hijrah
itu dicanangkan. Lalu bagaimana perkembangannya? Sedikit banyaknya saya
bersyukur karena walaupun tidak terlalu kelihatan saya bisa merasakan perubahan
pada diri saya. Bahkan saya telah memutuskan untuk mempublikasikan nama yang telah
sejak lama saya pikirkan -> Aisyah Saajidah
Banyak orang yang bertanya-tanya ketika saya menyatakan
bahwa saya ingin dipanggil dengan nama itu. Ada yang biasa saja dan segera
meng-iyakan, ada pula yang sama sekali menolak dan merasa bahwa pergantian nama
sama saja tidak menghargai nama yang telah diberi orangtua. Fiuuh, sempat sulit
juga melalui hari-hari yang masih berlanjut hingga sekarang itu. Saya akui,
saya juga masih dalam proses adaptasi dengan nama ini. Memang tidak mudah
mengubah mindset yang telah ter-setting selama 19 tahun, bahwa namaku ya Dizi
bukan Aisyah.
Sebelumnya, saya ingin memaparkan dahulu tentang arti nama
dari Aisyah Saajidah ini.
Mungkin bagi yang hobi membaca kisah-kisah tentang Nabi dan
para sahabat beserta para istrinya yang sungguh inspiratif, tahu bahwa Aisyah رضي الله عنه
adalah salah satu tokoh dari kaum muslimah yang patut jadi teladan. Beliau
terkenal dengan kecerdasannya serta keberaniannya.
Sedikit mengulik bahwa suatu ketika Rasulullah صلى الله عليه و سلم melewati
Abu Bakar, Rasulullah melihat Aisyah sedang bermain dengan boneka dan kuda
bersayap. Ketika Rasulullah menanyakan boneka-boneka tersebut, Ia menjawab
bahwa itu adalah sebuah kuda bersayap kesukaannya. Ketika Rasulullah mengatakan
bahwa seekor kuda tidak memiliki sayap, ia menjawab dengan mengatakan bahwa
kuda Nabi Sulaiman memiliki sayap. Cara berpikirnya yang begitu cepat,
kecerdasannya yang tajam dan ketajamannya dalam menjawab membuat Rasulullah صلى الله عليه و سلم tersenyum
bahagia.
Itu adalah kisah semasa Aisyah kecil, bahkan hingga
Rasulullah wafat Aisyah masih menunjukkan kecerdasannya sebagai salah satu
perawi hadith terbaik yang membuat para sahabat banyak bertanya kepadanya
seputar Islam. Tidak hanya itu, Aisyah رضي
الله عنه juga pernah
memimpin puluhan ribu pasukan pada perang yang disebut Perang Jamal.
Dan Aisyah memiliki keunggulan atas perempuan lainnya sebagai tharid (piring) yang mempunyai hidangan lebih dari lainnya
Selain itu ada juga riwayat yang mengatakan Rasulullah صلى الله عليه و سلم mengakui
keunggulan Aisyah atas istri-istri beliau lainnya, yaitu pada saat Rasulullah
mengatakan “Di antara manusia ada banyak orang yang sempurna, tetapi tidak ada
di antara wanita kecuali dua, Maryam putri Imran dan Asiyah istri Fir’aun. Dan
Aisyah memiliki keunggulan atas perempuan lainnya sebagai tharid (piring) yang
mempunyai hidangan lebih dari lainnya.”
Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang menunjukkan
sifat-sifat Aisyah رضي الله عنه yang
patut diteladani. Membacanya membuat saya semakin kagum dengan beliau. Bukannya
tidak mengagumi tokoh wanita lain yang juga banyak disebutkan dalam Al-Qur’an,
hanya saja saya akui saya paling ‘pas’ dengan karakter Aisyah ini. Mungkin anda
pernah membaca bahwa Aisyah memiliki karakter yang periang dan pipinya
kemerahan hingga dipanggil ‘Khumaira’.
Karena itulah saya memutuskan untuk mencontoh nama ini agar
kepribadian beliau menjiwai ke dalam diri saya. Kemudian untuk nama Saajidah
yang bermakna ‘tunduk’ saya maksudkan agar bisa menjadi doa supaya hingga
kapanpun diri ini akan selalu tunduk kepada Sang Pencipta, Allah سبحانه و تعالى
Begitulah kira-kira alasan saya memilih nama ini. Murni
ingin saya bisa menjiwai nama ini. Selain itu saya juga mendapat ide memakai
nama baru ini sebagai ‘nama hijrah’ adalah ketika suatu ketika saya berkunjung
pada suatu Pondok Tahfizh Qur’an yang dihuni oleh anak-anak yatim dan atau
piatu, para kebanyakan dari mereka (perempuan) meminta saya untuk memanggil
mereka dengan nama baru yang masing-masing berasal dari tokoh wanita dalam
Al-Qur’an seperti Khadijah maupun Fathimah. Subhanallah… mereka begitu
bersemangat ketika mencanangkan perubahan nama mereka. Saya rasanya ingin juga
merasakan semangat ketika menginginkan perubahan menuju kebaikan :)
Dan ternyata Alhamdulillah, setelah beberapa minggu serius
menggunakan nama ini, saya mulai merasakan sedikit perbedaan. Seperti misalnya
saat saya mulai ‘lupa’ ada sepotong suara yang mengingatkan bahwa seorang
Aisyah tidak seharusnya begitu. Begitu pula teman-temanku yang sering
mengingatkan dengan kata-kata “Aisyah kok gitu? Aisyah itu seharusnya ‘bener’
diiz…”. Hehehe Alhamdulillah ^^
Pada intinya saya tidak memaksakan untuk teman-teman
memanggil saya dengan nama ini. Karena kebetulan nama Dizi adalah nama asli
saya yang dianugerahkan oleh kedua orangtua yang saya sayangi. Bukan berarti
dengan meminta diapanggil Aisyah saya tidak akan menoleh bila dipanggi Dizi.
Toh, hingga saat ini saya masih akrab dengan nama Dizi terutama pada
orang-orang yang bukan merupakan teman dekat. Di keluarga juga masih setia
dipanggil Didis. Hanya saja tetap saya ingin menganggap diri ini adalah Aisyah
dan berusaha untuk mempertanggungjawabkan makna yang ada dibalik nama ini.
~*~
insyaAllah bisa diz :) , dila panggil aisyah yyak
BalasHapusAlhamdullillah, dipegang ya dil awas kalo gak manggil :)
BalasHapus