Kamis, 13 Juni 2013

Aisyah Saajidah dan Hijrah Ini

Bila beberapa waktu yang lalu saya pernah mem-post tentang niat saya untuk hijrah menuju pribadi yang baru, kini saya ingin kembali mengulang topik itu.

Ya, tidak terasa telah lebih dari dua bulan semenjak niat hijrah itu dicanangkan. Lalu bagaimana perkembangannya? Sedikit banyaknya saya bersyukur karena walaupun tidak terlalu kelihatan saya bisa merasakan perubahan pada diri saya. Bahkan saya telah memutuskan untuk mempublikasikan nama yang telah sejak lama saya pikirkan -> Aisyah Saajidah

Banyak orang yang bertanya-tanya ketika saya menyatakan bahwa saya ingin dipanggil dengan nama itu. Ada yang biasa saja dan segera meng-iyakan, ada pula yang sama sekali menolak dan merasa bahwa pergantian nama sama saja tidak menghargai nama yang telah diberi orangtua. Fiuuh, sempat sulit juga melalui hari-hari yang masih berlanjut hingga sekarang itu. Saya akui, saya juga masih dalam proses adaptasi dengan nama ini. Memang tidak mudah mengubah mindset yang telah ter-setting selama 19 tahun, bahwa namaku ya Dizi bukan Aisyah.

Sebelumnya, saya ingin memaparkan dahulu tentang arti nama dari Aisyah Saajidah ini.
Mungkin bagi yang hobi membaca kisah-kisah tentang Nabi dan para sahabat beserta para istrinya yang sungguh inspiratif, tahu bahwa Aisyah رضي الله عنه adalah salah satu tokoh dari kaum muslimah yang patut jadi teladan. Beliau terkenal dengan kecerdasannya serta keberaniannya.




Sedikit mengulik bahwa suatu ketika Rasulullah صلى الله عليه و سلم  melewati Abu Bakar, Rasulullah melihat Aisyah sedang bermain dengan boneka dan kuda bersayap. Ketika Rasulullah menanyakan boneka-boneka tersebut, Ia menjawab bahwa itu adalah sebuah kuda bersayap kesukaannya. Ketika Rasulullah mengatakan bahwa seekor kuda tidak memiliki sayap, ia menjawab dengan mengatakan bahwa kuda Nabi Sulaiman memiliki sayap. Cara berpikirnya yang begitu cepat, kecerdasannya yang tajam dan ketajamannya dalam menjawab membuat Rasulullah صلى الله عليه و سلم  tersenyum bahagia.

Itu adalah kisah semasa Aisyah kecil, bahkan hingga Rasulullah wafat Aisyah masih menunjukkan kecerdasannya sebagai salah satu perawi hadith terbaik yang membuat para sahabat banyak bertanya kepadanya seputar Islam. Tidak hanya itu, Aisyah رضي الله عنه juga pernah memimpin puluhan ribu pasukan pada perang yang disebut Perang Jamal.

Dan Aisyah memiliki keunggulan atas perempuan lainnya sebagai tharid (piring) yang mempunyai hidangan lebih dari lainnya

Selain itu ada juga riwayat yang mengatakan Rasulullah صلى الله عليه و سلم  mengakui keunggulan Aisyah atas istri-istri beliau lainnya, yaitu pada saat Rasulullah mengatakan “Di antara manusia ada banyak orang yang sempurna, tetapi tidak ada di antara wanita kecuali dua, Maryam putri Imran dan Asiyah istri Fir’aun. Dan Aisyah memiliki keunggulan atas perempuan lainnya sebagai tharid (piring) yang mempunyai hidangan lebih dari lainnya.”

Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang menunjukkan sifat-sifat Aisyah رضي الله عنه  yang patut diteladani. Membacanya membuat saya semakin kagum dengan beliau. Bukannya tidak mengagumi tokoh wanita lain yang juga banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, hanya saja saya akui saya paling ‘pas’ dengan karakter Aisyah ini. Mungkin anda pernah membaca bahwa Aisyah memiliki karakter yang periang dan pipinya kemerahan hingga dipanggil ‘Khumaira’.

Karena itulah saya memutuskan untuk mencontoh nama ini agar kepribadian beliau menjiwai ke dalam diri saya. Kemudian untuk nama Saajidah yang bermakna ‘tunduk’ saya maksudkan agar bisa menjadi doa supaya hingga kapanpun diri ini akan selalu tunduk kepada Sang Pencipta, Allah  سبحانه و تعالى

Begitulah kira-kira alasan saya memilih nama ini. Murni ingin saya bisa menjiwai nama ini. Selain itu saya juga mendapat ide memakai nama baru ini sebagai ‘nama hijrah’ adalah ketika suatu ketika saya berkunjung pada suatu Pondok Tahfizh Qur’an yang dihuni oleh anak-anak yatim dan atau piatu, para kebanyakan dari mereka (perempuan) meminta saya untuk memanggil mereka dengan nama baru yang masing-masing berasal dari tokoh wanita dalam Al-Qur’an seperti Khadijah maupun Fathimah. Subhanallah… mereka begitu bersemangat ketika mencanangkan perubahan nama mereka. Saya rasanya ingin juga merasakan semangat ketika menginginkan perubahan menuju kebaikan :)

Dan ternyata Alhamdulillah, setelah beberapa minggu serius menggunakan nama ini, saya mulai merasakan sedikit perbedaan. Seperti misalnya saat saya mulai ‘lupa’ ada sepotong suara yang mengingatkan bahwa seorang Aisyah tidak seharusnya begitu. Begitu pula teman-temanku yang sering mengingatkan dengan kata-kata “Aisyah kok gitu? Aisyah itu seharusnya ‘bener’ diiz…”. Hehehe Alhamdulillah ^^

Pada intinya saya tidak memaksakan untuk teman-teman memanggil saya dengan nama ini. Karena kebetulan nama Dizi adalah nama asli saya yang dianugerahkan oleh kedua orangtua yang saya sayangi. Bukan berarti dengan meminta diapanggil Aisyah saya tidak akan menoleh bila dipanggi Dizi. Toh, hingga saat ini saya masih akrab dengan nama Dizi terutama pada orang-orang yang bukan merupakan teman dekat. Di keluarga juga masih setia dipanggil Didis. Hanya saja tetap saya ingin menganggap diri ini adalah Aisyah dan berusaha untuk mempertanggungjawabkan makna yang ada dibalik nama ini.

Apapun panggilannya Dizi dan Aisyah adalah orang yang sama, seorang muslimah yang sedang dalam hijrahnya. Masih banyak daftar hal yang harus dirubah dalam hijrah ini selain dari sekedar nama. Saya tidak ingin terlalu berfokus pada hal kecil yang membuat saya lalai terhadap yang lebih besar. Insyaa Allah saya percaya bila segalanya dilakukan demi mendapat ridho dari Allah سبحانه و تعالى pasti akan menemukan jalannya. Seperti lirik lagu Maher Zein : “insyaa Allah ada jalan..” :)

~*~

2 komentar:

  1. insyaAllah bisa diz :) , dila panggil aisyah yyak

    BalasHapus
  2. Alhamdullillah, dipegang ya dil awas kalo gak manggil :)

    BalasHapus

(Beating) Negative Thoughts

Ku kira, telah berhasil ku lewati fase yang paling sulit dari pengobatan penyakitku, yakni operasi. Ku kira, setelah ini aku sudah mulai bis...