"Putih, bersih, hal itu tidak akan terjadi pada selembar kanvas seorang pelukis sejati.
Warna tinta yang ia tumpahkan di palet nya begitu beragam sebanyak ide yang ada di otaknya
Kini kanvas itu telah tertimpa oleh banyak rahasia, kenangan, dan dosa
Hasil tarian jari jemari seorang jenius dengan tongkat ajaibnya yang ia torehkan setiap hari
Karya yang menakjubkan dan tak ada yang tahu bagaimana sebenarnya pilinan kisah dibaliknya
Kini kenyataan mengharuskan sang pelukis untuk membuatnya terlihat polos kembali, putih seperti sedia kala
Indah, bersih, cerdas... imej itu yang diinginkan oleh mereka
Nafsu, bohong, dan janji yang terlewati... itu yang rupanya terlanjur melekat dalam paduan warna
Sejarah akan dipaksa untuk berganti
Masa depan akan disusun bagai potongan puzzle yang tak sesuai
Sang pelukis terdiam, pemandangan dunia yang sejak dulu berputar dalam bola matanya kini terhenti memilu
Ia butuh seseorang untuk mengatakan padanya bahwa ia masih wara
Seseorang yang menyadarkannya bahwa jarum pendek di jamnya masih berjalan mengiringi waktu
Seseorang yang meyakinkannya bahwa ia masih berada pada dimensi yang sama walau masanya berbeda dengan saat kanvas itu masih putih
Lalu ternyata sang pelukislah yang paling mengerti, bahwa dunianya kini telah teraduk oleh mesin waktu"
Membacanya aku teringat, momen seperti ini telah beberapa kali terjadi
Meski mungkin rasanya tak sama seperti saat menulisnya, menyedihkan.