Cuma satu, yang dari dulu dirindu
Satu, yang akhirnya
ketemu
2 Januari 2016, hari
di mana senyum terkembang, airmata haru berhilir, ucap syukur terpanjat, dan
harapan mengudara. Hari di mana sebuah lembaran baru dimulai dalam ikatan suci
pernikahan dua insan yang berjodoh. Alhamdulillah aku resmi menjadi istri dari
seorang lelaki bernama Muhammad Arisandy Pratama. Allah mempertemukan kami
dengan cara yang baik melalui proses taaruf.
Kami sebenarnya pernah bertemu 4
tahun silam untuk pertama kalinya pada sebuah seminar di kota Banda Aceh. Kala
itu kami kebetulan berada di grup
diskusi yang terdiri dari 10 orang, namun kami tak pernah berbicara langsung.
Kedua kalinya adalah saat acara aksi membela Palestine pada tahun 2013 di kota
Medan, aku melihatnya namun tetap tidak ada kontak langsung. Dan untuk
ketigakalinya kami bertemu adalah saat aku didampingi wali ku, dan ia
didampingi murabbi nya, dan keesokan harinya di rumah ku dengan didampingi ibu.
Dan ya, pertemuan kami yang ke-5 adalah saat hari akad nikah. Masih ingat
betul, diri yang masih kekanakan ini dibalut gaun pengantin dan didandani bak seorang
permaisuri, tak dapat menahan air mata saat melihat dari balik tembok, seseorang
sedang mengucapkan janji untuk mengambil alih tanggung jawab dari waliku. Janji
yang tidak semua lelaki berani mengucapkannya.
Bagai telah berpulang
ke rumah, ketenangan yang selama ini alfa kini telah menetap. Ia mungkin bukan
lelaki yang memiliki segalanya dalam genggamannya, namun justru tangan yang
kosong itu lah yang dapat menggenggam ku kuat. Kekayaan hatinya memakmurkan
hatiku. Sesosok penyayang nan baik hati, aku bahkan tak tau apa yang membuatku
berhak mendapatkan nya. Bila Ayahku masih berada di dunia ini, mungkin ia pun
teramat bahagia putri satu-satunya di-imami seseorang sepertinya.
Tak cukup ribuan
hamdalah terucap untuk menunjukkan betapa bersyukur nya hati ini. Allah Cuma
beri satu, yang ku tunggu dari dulu. Satu, yang insya Allah akan ku temani
hingga Jannah-Nya kelak.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar