Hati ini telah lama membeku, atau lebih tepatnya, terpaksa membeku karena keadaan.
Setelah melihat peta masa depan yang telah lama kugambar akhirnya terkoyak, hancur lebur, tepat di depan kedua mata ini,
aku memutuskan untuk berhenti merasakan apapun, entah itu kesedihan, keputusasaan..
"Bagaimana kalau mulai sekarang hanya memikirkan hal-hal baik yang terjadi dan mensyukurinya?", begitu pikirku mulai saat itu.
Hal yang terjadi padaku tentunya sangat menyedihkan, banyak orang berduka karenanya.
Jadi, "sudah cukup, aku tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan. Aku satu-satunya orang yang harus bisa membuat semuanya terlihat seakan baik-baik saja, agar mereka tidak terlalu khawatir. Kesedihanku akan menambah beban mereka, sudah terlalu banyak derita mereka akibat kondisi ku.."
Namun, menjadi orang yang selalu berpikir positif ternyata tidak semudah itu. Tidak dengan bayangan kematian yang selalu menghantuimu.
Lucu, di usia segini akhirnya aku menyadari betapa aku belum siap menghadapi 'pengadilan terakhir' itu. A blessing in disguise, I guess?
Ya, penyakit ini membuatku lebih sadar akan kuasa-Nya dan ketidakberdayaanku.
Ya, penyakit ini bisa menjadi penawar dosaku.
Ya, tidak semua orang seberuntung diriku yang memiliki 'pengingat waktu mundur' yang membuatku tidak boleh lengah.
Ya, Allah tahu yang terbaik bagiku. Meskipun bila boleh memilih, maka hidup sehat dan normal adalah yang ku mau.
Fiuh..
Untuk beberapa saat, mungkin aku bisa bermain peran. Memasang topeng tersenyum dan menjalani hari sebagai seorang pasien yang telah menyerah akan masa depannya.
Suatu waktu aku mendadak bersemangat untuk kembali menempuh perjalanan menuju mimpiku. Lalu, baru beberapa langkah aku terjatuh, kembali lemah tak berdaya.
Haha, why do I even try?
Aku kembali ke dalam selimutku, terbaring dalam posisi paling nyaman. Dengan begini, aku tidak akan terluka lagi.
Hanya saja, kalau boleh jujur, ada sesuatu di dalam dada ini yang terus memberontak..
Layaknya seekor burung yang terus mencoba keluar dari sangkarnya, rasa ini terus mengganggu.
Oh crap, not again..
Haruskah aku menurutinya dan kelak terjatuh lagi?
Mampukah aku menghadapi rasa sakit, malu dan kecewa itu lagi?
Apakah tidak apa, melihat mimpiku sekali lagi pupus di depan mata ini?
Waktu terus bergulir, tapi jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu tak akan pernah muncul.
Mungkin ini bukan lagi tentang mencapai tujuan, atau seberapa jauh jalan yang harus ku tempuh.
Umurku bisa jadi masih panjang atau tinggal sedikit.
Tubuhku mungkin bisa bertahan atau menyerah.
Aku mungkin akan berhasil sekali saja atau gagal berulang kali lagi.
Sama seperti orang-orang lain dengan kesehatan yang sempurna, mereka juga tidak tahu masa depan yang menunggu mereka. Mereka hanya berusaha, melewati hari demi hari, selangkah demi langkah, meski tanpa tujuan, hanya sekedar untuk bertahan.
Pada mereka yang sehat, atau mereka yang terpuruk dengan penyakit mereka, sekali lagi matahari bersinar hari ini. Begitu pula rahmat-Nya, pada hati yang bahagia, juga yang berduka, ia akan selalu ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar