Rabu, 08 April 2020

Back Story of Lahiran Anak Kedua, Drama Pesen Tiket Kecepetan

Hello~~

Berhubung sekarang masih dalam mode #dirumahaja, masak udah beberes rumah udah bayi udh bobo, saatnya untuk ngeblog! Nyesel banget karna sampe sekarang belum sempet sharing tentang pengalaman lahiran anak pertama walaupun intronya udah pernah ditulis 1 paragraf tapi akhirnya cuma jadi berkas berdebu di folder laptop huhuhu. Kali ini insya Allah bisa beneran dipost, dibagi jadi 2 part karna mau ceritain dulu story sebelum lahiran yang penuh dengan drama menguras keringat dan air mata muehehehe. Bismillah, jadiiii gini ceritanyaa~

Pinterest

Gelombang cinta, mengapa kau tak kunjung datang?

Begitulah kira-kira tema tulisan kali ini, bagi buibu yang usi kehamilannya sudah masuk 36 minggu ke atas, munculnya kontraksi rahim atau yang sering kusebut 'gelombang cinta' adalah hal yang teramat diidamkan. Dengan kondisi kehamilan noral dan ga ada kontraindikasi untuk sesar, pasti kita udah diwanti-wanti sama dokter/bidan untuk bisa memicu kontraksi supaya bisa lahiran spontan.

 " Udah bisa dimulai ya bu, supaya bisa induksi kontraksi secara alami dengan rajin senam pake gymball, stimulasi puting, dan hubungan suami istri", begitu kata dokter obgyn ku di usia kehamilan 36 minggu. Saat itu aku sudah mulai sering merasakan kontraksi palsu disertai rasa mual-mual, rasanya badan gaenak ngapa-ngapain. Di saat itu aku mulai kepedean si bayi bakalan lahir dalam waktu seminggu-2minggu lagi, ditambah lagi pengalaman lahiran anak pertama ku berlangsung pas UG 37 minggu. Jadilah kami memesankan tiket pesawat untuk mertua datang ke Jakarta, karna mereka ingin sudah berada di sini pada saat aku lahiran. 

Namun ternyata rasa kepedean ku perlahan menghiilang dikarenakan gelombang cinta yang asli tak kunjung muncul. Aku dan suami mulai khawatir kami terlalu cepat memesankan tiket untuk mertua kami, ayah dan ibu suamiku sama-sama memiliki urusan yang mereka tinggalkan demi ke sini, jadi ga enak hati bila mereka membuang waktu terlalu lama di sini sedangkan aku gak kunjung lahiran. Dengan segenap jiwa aku menjadi begitu bersemangat supaya bayinya bisa lahir sebelum HPL. Tiket yang kami pesan bertanggalkan 10 maret, sedangkan HPL ku tanggal 21 maret. Kata ibu mertua ia memang sedang ada urusan juga di Jakarta, jadi tidak apa juga kalau datang lebih cepat. Tapi ternyata belakangan HPL ku mundur seminggu!! Kenapa bisa?


Oke, sedikit cerita, di hamil kedua ini aku tidak mengetahui tanggal HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) karna dari lahiran Zay aku juga belum pernah sama sekali mens dan langsung hamil lagi. Jadi, selama kontrol yang menjadi patokan usia kehamilanku adalah perhitungan dari pemeriksaan USG pertama kali. Nah, karna aku sering gonta-ganti dokter ditambah lagi buku kontrol hamil pertama kali sempat ilang, jadinya HPL 21 maret itu ditentukan waktu UG udah 6 bulanan, padahal yang seharusnya menentukan itu yang USG pertama x. Kebetulan pas UG udah 9 bulanan ketemu itu buku kontrol dan disitu tertulis bahwa HPL ku seharusnya tgl 29 maret 2020. Mundur lagi dooong, mau bilang apa ke mertua cobaaa??

Kami udah coba menawarkan mereka untuk cancel tiketnya namun lagi-lagi mereka bilang ga apa-apa, jadilah aku dan suami cuma bisa berharap supaya bayinya bisa lahir ga jauh-jauh dari tanggal kedatangan mereka di Jakarta. Secara ibu mertua ku punya usaha toko pakaian yang sehari-harinya beliau jaga langsung bersama karyawannya. Dan ayah mertua juga punya berbagai kesibukan yang mau gamau harus ditinggalkan demi menjenguk cucu dan calon cucu keduanya. Walaupun mereka selalu bilang gapapa, aku tetep aja merasa segan kalau sampe waktu mereka banyak terbuang di Jakarta bila aku gak kunjung lahir. Normalnya lahiran itu memang bisa dari 37 minggu tapi bisa juga ngaret sampe 41 atau bahkan 42 minggu kalo kontraksi ga muncul-muncul!

Mulai pening, galau, khawatir, gimana kalau lewat 29 april bayinya belum mau lahir juga, bisa-bisa mertuaku menghabiskan sebulan waktunya di Jakarta. Belum lagi dengan kondisi wabah covid-19 yang membuat aktivitas di luar rumah terbatas, boro-boro bisa jalan-jalan menikmati liburan, tempat wisata aja pada ditutup. Mau makan di restoran juga udah susah karena kita udah dilarang buat ngumouk-ngumpul di luar rumah. Terus kudu piyeee?

Aku mulai membaca-baca lagi tips supaya bisa lahir spontan tepat waktu, aku juga membeli gym dan mengikuti kelas senam hamil di RS terdekat. Setap harinya minimal 2x selama sekitar 20 menit aku melakukan gerakan menggunakan gymball yang kupelajari dari youtube, entah sambil menonton tv, main hp, atau sambil bermain dengan zaysha. Dia suka dipangku sambil kaki ku mengenjot-enjot, baginya itu bagai wahana di taman bermain. Tidak bagiku, gym ball adalah alat tempurku untuk bisa memicu kontraksi. Walau hanya sebentar aku mengucurkan banyak keringat dengannya. Gerakan yang paling berasa memberikan efek adalah gerakan memutar panggul perlahan dengan posisi punggungku sedikit menunduk. Dengan 10x pengulangan biasanya perutku akan mulai 'kenceng-kenceng'. Udah cukup gitu doang, tentunya nggak dong!

Mengikuti saran dari dokter obgyn ku, tiap hari, pagi-siang-malam, aku melakukan gerakan dari berdiri ke posisi setengah jongkok sambil berpegangan pada tumpuan, durasinya semampunya aja. Ini bener-bener bikin capek plus pegel-pegel, tapi efeknya? Lumayan lah memicu kenceng-kenceng juga. Selain itu aku juga pake cara lama yaitu sering-sering jongkok (walaupun kaki ga sanggup nahan lama-lama) dan sebisa mungkin ga kelewat olahraga jalan santai tiap harinya minimal 30 menit. Kebiasaan ini berimbas juga pada keluarga ku yang akhirnya jadi ikutan rajin jalan pagi. Tiap harinya kami berkeliling komplek sambil membeli sarapan dan belanja sayur. Walaupun Zaysha naik sepeda, dia sering banget minta untuk jalan kaki aja karna dia lagi kemaruk lari hehe.

Awalnya dengan segala usaha yang kulakukan ini aku selalu berpositive thinking saat berdoa, dengan menggebu-gebu aku berharap bisa lahiran bahkan sebelum metua ku datang. Tapi ternyata sampai mereka datang pun belum ada tanda-tanda menuju persalinan. Tiap hari hanya terasa kontraksi palsu, bila tiba-tiba muncul rasa mulas aku merasa seneng banget berharap itu kontraksi asli, tapi ternyata cuma sensai mau BAB, haduuuuh >__<

Di hari-hari pertama di Jakarta kedua mertua ku memang sibuk berpergian ke beberapa tempat seperti Tanah Abang dan Mangga Dua untuk stok toko. Namun semakin hari aku merasa sepertinya mereka sudah sangat berharap agar bayinya bisa segera lahir. Di titik ini aku mulai desperate dan stress, doa-doa ku mulai bernada memaksa pada Tuhan. Aku mulai bertanya-tanya kenapa Allah belum mengabulkan doa ku. Bukannya bertawakkal dengan segala hasil yang Ia berikan, aku malah kecewa karna seakan semua usahaku sia-sia. Padahal seharusnya ku begitu paham bahwa kelahiran bayi adalah proses natural yang tidak bisa dipaksakan. Seberapa seringnya pun aku berdoa" Ya Allah, semoga bayinya bisa cepet lahir", kalau memang belum waktunya maka tidak akan terjadi. Bukan kah tanggal lahir dan tanggal kematian seseorang sudah tertulis di lauh mahfuzh bahkan jauh sebelum kita tercipta? Aku mulai kehilangan akal.

Kusadari aku memang tipe yang over thinking pada hal-hal tertentu. Khawatir begini, khawatir begitu padahal belum tentu benar terjadi. Jujur aja, selain aku ga enakan karna mertua jadi banyak membuang waktu di sini, aku juga segan karna selama hamil besar ini aku cenderung moody dan cepet capek. Padahal kan pengennya ada mertua bisa menjamu sebaik-baiknya tapi karna keterbatasan ini aku jadi khawatir mertuaku merasa ga nyaman selama di rumah kami, huhu. Untungnya ada pak suami yg begitu pengertian mau membantu pekerjaan rumah dan ibu ku yg juga sudah ada di Jakarta sejak sebulan sebelumnya. Dengan dukungan dan saran dari merekalah aku perlahan bangkit dari rasa putus asa ku, aku mulai ikhlas dengan segala kemungkinan. Aku ingat sekali ibuku berkata "pasti kamu bakal lahiran kalau kamu udah ikhlas mau lahir kapan aja", ini membuat pola doaku berubah. Aku tidak lagi berfokus pada tanggal lahirnya tapi pada keselamatan ku dan bayi saat proses lahiran. Aku yakin Allah tau yang terbaik, kapanpun itu yang penting bayinya bisa lahir sempurna, sehat wal afiat. Aku juga berdoa semoga kedua mertua ku juga tidak keberatan bila memang nantinya mereka harus tertahan seminggu-atau 2 minggu lagi sampai bayinya lahir. Semuanya akan baik-baik saja, biidznillah!

Lalu tibalah saatnya kontrol kehamilan di UG 39 minggu, yang mana gak disangka-sangka adalah  H-2 aku lahiran. Cerita selengkapnya akan aku bagikan di postingan selanjutnya yaa! See you!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(Beating) Negative Thoughts

Ku kira, telah berhasil ku lewati fase yang paling sulit dari pengobatan penyakitku, yakni operasi. Ku kira, setelah ini aku sudah mulai bis...