Selasa, 25 Juli 2023

(Beating) Negative Thoughts

Ku kira, telah berhasil ku lewati fase yang paling sulit dari pengobatan penyakitku, yakni operasi.

Ku kira, setelah ini aku sudah mulai bisa menyusun kembali puing-puing perjuangan masa depan ku.

Ku kira, semua kekhawatiran ku mengenai 'hitung mundur' usia ku hanyalah mimpi buruk.

Ternyata, babak baru yang kini berputar lebih menantang dari yang ku bayangkan.

Nyeri itu kadang timbul, sangat mengganggu.

"Ini hanya sementara, tahan saja..", begitu pikirku hingga aku sadar nyeri itu makin berat hingga memaksaku berhenti melangkah.

"Tentu saja, orang dengan massa tumor di otaknya akan mengalami gejala ini sesekali. Namun, apakah benar harus sesakit ini? 

Apakah nyeri ini akan berkurang atau malah semakin berat? 

Apakah aman bila aku terus meminum obat-obatan ini? 

Apakah aku akan menghabiskan sisa hidupku menderita seperti ini? 

Bagaimana dengan keluargaku, haruskah mereka terus menderita karena kelemahanku, ketidakberdayaanku, dan keberadaanku?..."

Pikiran-pikiran buruk terus menghantui ku, begini rupanya hidup sebagai seorang dengan penyakit kritis.

Tidak sesederhana yang ku kira sebelumnya, tinggal ikuti prosedurnya dan kamu akan bertahan? Tidak, aku salah besar. 

Bahkan untuk menjalani hari ke hari saja butuh keberanian. Aku tidak mengada-ngada, ketakutan ini bagai penumpang gelap dalam benakku. Aku tidak bisa mengusirnya, hanya bisa mengelabuinya sesekali dengan harapan-harapan yang tersisa. 

Meski tidak banyak yang tersisa dariku, tapi aku punya iman. Iman sajalah yang dapat menyelamatkanku.

Aku beriman bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kesanggupanku

Aku beriman bahwa penderitaan yang ku alami bisa saja mengurangi timbangan keburukan ku di akhirat kelak

Aku beriman bahwa tangan-tangan Allah bekerja untuk kebaikanku melampaui yang aku bayangkan

Aku beriman... suatu saat, mungkin tidak dalam waktu dekat, aku akan melihat kilas balik ini dengan tersenyum sambil penuh syukur..


(Jakarta, 26072023)






Senin, 17 Juli 2023

Caged

Hati ini telah lama membeku, atau lebih tepatnya, terpaksa membeku karena keadaan.

Setelah melihat peta masa depan yang telah lama kugambar akhirnya terkoyak, hancur lebur, tepat di depan kedua mata ini,

aku memutuskan untuk berhenti merasakan apapun, entah itu kesedihan, keputusasaan.. 

"Bagaimana kalau mulai sekarang hanya memikirkan hal-hal baik yang terjadi dan mensyukurinya?", begitu pikirku mulai saat itu. 


Hal yang terjadi padaku tentunya sangat menyedihkan, banyak orang berduka karenanya. 

Jadi, "sudah cukup, aku tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan. Aku satu-satunya orang yang harus bisa membuat semuanya terlihat seakan baik-baik saja, agar mereka tidak terlalu khawatir. Kesedihanku akan menambah beban mereka, sudah terlalu banyak derita mereka akibat kondisi ku.."


Namun, menjadi orang yang selalu berpikir positif ternyata tidak semudah itu. Tidak dengan bayangan kematian yang selalu menghantuimu. 

Lucu, di usia segini akhirnya aku menyadari betapa aku belum siap menghadapi 'pengadilan terakhir' itu. A blessing in disguise, I guess? 


Ya, penyakit ini membuatku lebih sadar akan kuasa-Nya dan ketidakberdayaanku. 

Ya, penyakit ini bisa menjadi penawar dosaku.

Ya, tidak semua orang seberuntung diriku yang memiliki 'pengingat waktu mundur' yang membuatku tidak boleh lengah.

Ya, Allah tahu yang terbaik bagiku. Meskipun bila boleh memilih, maka hidup sehat dan normal adalah yang ku mau.

Fiuh..


Untuk beberapa saat, mungkin aku bisa bermain peran. Memasang topeng tersenyum dan menjalani hari sebagai seorang pasien yang telah menyerah akan masa depannya.

Suatu waktu aku mendadak bersemangat untuk kembali menempuh perjalanan menuju mimpiku. Lalu, baru beberapa langkah aku terjatuh, kembali lemah tak berdaya. 

Haha, why do I even try?

Aku kembali ke dalam selimutku, terbaring dalam posisi paling nyaman. Dengan begini, aku tidak akan terluka lagi.


Hanya saja, kalau boleh jujur, ada sesuatu di dalam dada ini yang terus memberontak..

Layaknya seekor burung yang terus mencoba keluar dari sangkarnya, rasa ini terus mengganggu.

Oh crap, not again..

Haruskah aku menurutinya dan kelak terjatuh lagi? 

Mampukah aku menghadapi rasa sakit, malu dan kecewa itu lagi? 

Apakah tidak apa, melihat mimpiku sekali lagi pupus di depan mata ini?


Waktu terus bergulir, tapi jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu tak akan pernah muncul.

Mungkin ini bukan lagi tentang mencapai tujuan, atau seberapa jauh jalan yang harus ku tempuh. 


Umurku bisa jadi masih panjang atau tinggal sedikit. 

Tubuhku mungkin bisa bertahan atau menyerah. 

Aku mungkin akan berhasil sekali saja atau gagal berulang kali lagi. 

Sama seperti orang-orang lain dengan kesehatan yang sempurna, mereka juga tidak tahu masa depan yang menunggu mereka. Mereka hanya berusaha, melewati hari demi hari, selangkah demi langkah, meski tanpa tujuan, hanya sekedar untuk bertahan.


Pada mereka yang sehat, atau mereka yang terpuruk dengan penyakit mereka, sekali lagi matahari bersinar hari ini. Begitu pula rahmat-Nya, pada hati yang bahagia, juga yang berduka, ia akan selalu ada.


Selasa, 02 November 2021

Becoming 28

 Looking back to one of posts in this blog, i realized i wrote something about 'normal' birthday celebration. It was on my 20th birthday i came to realize that my birthday is not the moment i could feel special, otherwise it can be sad to realize that you don't have that many friends who would congratulate you and send you gifts just like when you're younger. 

Well,  this year my birthday came on weekend, Saturday to be precise. I treated my family in a fancy AYCE restaurant, they also gave me gifts. That day just ended without i'm telling my friends thru social media that it was my birthday. As the result, no one greet me aside my family. It's not like i'm sad over this thing, i don't even really remember birthday of my friends either XD. 

It is the truth, when you get older you have your circle small. You're not a treasure of many, you're just someone who's passing day by day, year by year, becoming some small fragments of this society. Sounds so dark, but really this is how i've become. An old cynical mother of two, lol. 

Also, i feel like as i getting older i get so emotional easily especially when it's about my kids. I love them so much, i want to be there thru each day of their growth period. That's why lately i've been trying to eat healthy and exercise more. I want to have a healthy and long life so that i could watch my kids graduating from school, achieving their dreams and marrying someone they love. Hope me and husband can fulfill this dream of mine.

Also i'm now rethinking about my plan to relocate to japan. Whether i would take master degree as an oversea student, or maybe work in a company there. Both needed extra effort and dedication that i still lack of them. No easy way to your goals, right.

2021 will end in a blink, gotta look up on my new year resolution lists that mostly still unachieved, duh.

Jumat, 05 Maret 2021

Pengalaman Tes TOEFL ITP Online di Masa Pandemi Part 2

HARI H UJIAN TOEFL ONLINE

Setelah berdebar-debar sampai gundah gulana (lebay), akhirnya hari itu tiba. Btw, ntuk persiapan aku hanya mengambil celah waktu diantara kerja dan mengurus baby, dengan latihan soal-soal yang banyak tersedia di internet. Untuk cerita tentang persiapan ujian mungkin akan aku tulis di postingan berbeda karena ini fokus pada pengalaman daftar dan proses ujian.

Yak, kembali ke Hari H. Guess what..

Mati lampu doooong! 

Apa gak panik, padahal dari berminggu sebelumnya aku udah berdoa supaya sinyal internet stabil dan anak-anak pada anteng ga ngerusuh, ga kebayang bakalan mati lampu :') (mo'on maap soalnya di Jakarta jarang banget mati lampu, dan sekalinya mati langsung pada heboh di twitter). Aku kebangun jam 4 pagi dan itu udah mati lampu, aku berpikir kalo sampe jam 7 belum hidup lampu maka aku bakal keluar nyari tempat untuk ujian. Saat itu yang terpikir hotel atau semacam reeddoorz gitu, tapi belum tentu listrik nya ga mati jugaa. Belom lagi kalo check in jam segitu bakal dianggap udah check in dari semalem, rugi dong shaay~

Eh, baru inget kalo abang ku tinggal di Tangerang, langsung deh ngerusuhin orang pagi-pagi nelpon buat nanya situasi listrik di sana, sekalian minta ijin buat numpang ujian kalo-kalo listrik ga kunjung nyala. Dan benar, karena musim hujan sepertinya beberapa tower listrik bermasalah sehingga tidak bisa langsung kembali hidup. Meluncur deh ke Tangerang naik grabcar ajak sekeluarga sekalian main wkwk.

Dan mati lampu bukan satu-satunya drama hari itu, kondisi banjir dimana-mana juga membuat jalan tol macet total. Belum lagi laptop dibawa adikku yang berangkat ke tangerang menggunakan motor, niatnya supaya dia nyampe duluan dan bisa setting pas udah sampe. Karena jalanan yang dilalui adek ku banjir jadi grabcar kami yang nyampe duluan, lagi-lagi harus ngerepotin abang buat minjem laptop dia. Alhamdulillah walaupun serba dadakan laptop abang ready baik dari segi perangkat maupun kecepatan internetnya. Dengan masih keadaan panik karena khawatir batal ujian karena bakal telat nyampe, Alhamdulillah aku tetep bisa login 10 menit sebelum waktu ujian. Mepet banget ga tuh.

Naah loh eh, malah jadi curhat kaan. Huhu maaf ya guys, soalnya ini memorable banget ampe bikin dua keluarga heboh :'))

Oh ya, jadi pada saat ujian kita menggunakan 1 #laptop untuk mengakses aplikasi ujian beserta 1 handphone untuk membuka zoom agar kita terpantau. Posisi nya juga ditentukan, dimana gerak-gerik kita harus bisa terlihat oleh pengawas melalui zoom. Kita juga diperbolehkan membawa peralatan tulis untuk corat-coret namun tidak boleh kertas karena khawatir akan mencatat soal yang sifatnya confidential ini. So, yang diperbolehkan adalah clear file dengan selembar kertas putih di dalamnya atau papan tulis mini. 

Ini adalah beberapa langkah yang aku lewati pada hari ujian

Pengalaman Tes TOEFL ITP Online di Masa Pandemi PART 1

 Howdy? Pada sehat semuanya?

Masih pada semangat kan menjalani aktivitas apapun dengan tetap menjaga protokol kesehatan. Di masa pandemi yang semuanya serba terbatas, kita dituntut untuk terbiasa dengan norma baru. Segalanya jadi serba daring, dari mulai sekolah hingga berbelanja kebutuhan sehari-hari. Sampai-sampai TOEFL Paper Based Test aja sampe ada versi online nya! (Mustinya ganti nama jadi Computer-based nih hehe). Yup, mengingat ada pembatasan kerumunan di mana-mana membuat lembaga ETS meresmikan ujian TOEFL PBT atau #ITP secara daring dan bisa dilakukan dari rumah peserta.

Lah, seriusan? Official ga tuh??

Ini pikiran ku pertama kali mendengar ada versi online dari ujian ini. Namun setelah mencari tahu lebih lanjut, aku mantap untuk mengikutinya dengan pertimbangan tidak repot harus bepergian dan lebih hemat waktu dan ongkos. Udah gitu, kita bisa menentukan perangkat yang kita gunakan seperti laptop dan headset, dimana ujian langsung kita tidak disediakan headset pada saat sesi listening. Tentunya ini akan sangat membantu untuk lebih fokus menjawab soal. Harganya juga tidak berbeda dengan ujian langsung, dengan Rp. 500.000 + ongkir, aku sudah bisa mendaftar dan akan mendapat sertifikat +14 hari setelah tes.


PERSIAPAN UJIAN TOEFL

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mendaftar, kalian bisa menghubungi pusat bahasa yang menyelenggarakan ujian toefl resmi di daerah masing-masing seperti #ILP, atau LBUI. Denger-denger sih yang online ini cuma ada di Jakarta, makanya untuk ujian online ini banyak peserta yang berasal dari luar Jakarta. Saat mendaftar kita gak bakal langsung disuruh bayar tuh, ada proses yang harus dilalui sebelum mendapat kloter yakni:

1. Memilih waktu ujian

Layaknya ujian #toefl langsung, kuota peserta itu sedikit dan harus mendaftar dari jauh hari. Dari pengalaman ku rata-rata kuota yang masih tersisa itu masih 2 minggu lagi dan bahkan ada yang 1-2 bulan kemudian. Jadi bagi temen-temen yang butuh hasil cepat jangan mepet-mepet daftar nya yah. Bahkan bila kita sudah ditawarkan kuota untuk tanggal tertentu, namun terlambat beberapa jam melakukan pendaftaran, kita bisa kehabisan kuota karena selaris itu. Mungkin karena penyelenggara Toefl online ini tidak banyak jadi seakan seperti limited seat ceunah.

2. Melakukan pengecekan kesiapan koneksi dan gadget

Bila sudah memilih tanggal, kita akan dikirimkan file yang berisikan langkah sistematis untuk menguji kesiapan koneksi internet dan gadget yang akan kita gunakan. Catat nih, untuk ujian ini hanya boleh menggunakan perangkat komputer seperti laptop/PC (gaboleh handphone) yang memiliki prosesor windows 8.1 ke atas, dengan speaker dan microphone yang berfungsi. Ini sempat bikin aku kelimpungan, karena laptop ku mic nya entah kenapa gabisa, laptop suami #Macbook, dan laptop adek ku charger nya rusak. Alhasil aku kelewat satu periode ujian karena harus nunggu charger laptop adek ku nyampe rumah (well it's cheaper than fixing my laptop's mic tho lol).

Kalo perangkat udah siap, kita diinstruksikan untuk mendownload toefl classroom yang ada di situs resminya. Di sana kita akan diminta melakukan pengecekan bandwith, donwload speed, dan audio (speaker dan mic). 

3. Melampirkan bukti uji kesiapan

Jangan lupa hasil uji kesiapan di atas di screenshoot sebagai bukti bahwa laptop yang kita gunakan sudah memenuhi syarat. Lalu kirimkan bukti skrinsut tadi ke panitia. Pengalaman ku kemarin, komunikasi melalui WA dengan panitia. Bila menurut panitia semua nya baik dan tidak ada masalah, maka kita akan diperbolehkan mendaftar.

4. Mengisi formulir pendaftaran

Setelah itu panitia akan meminta file fto KTP dan mengisi formulir pendaftaran yang berisi data diri beserta alamat untuk pengiriman sertifikat. Kirimkan kembali formulir yang sudah diisi ke email panitia.

Bila semua langkah di atas sudah dikerjakan, panitia akan mengirimkan nomor rekening untuk transfer biaya ujian. Setelah dikonfirmasi, seminggu sebelum ujian biasanya akan dikirimkan mekanisme pada saat hari H. Seperti perlengkapan apa saja yang boleh dan tidak boleh dibawa ke ruang kita ujian. Kita juga akan dimasukkan ke dalam grup WA bersama peserta lainnya untuk diberikan username serta password untuk login.

Ini adalah langkah pendaftaran melalui online yang ku alami, mungkin berbeda bila langsung datang ke pusat bahasanya.


(lanjut ke PART 2)

Jumat, 25 September 2020

Kontribusi kecil kita untuk mengakhiri Pandemi Covid-19

 Hai dunia, sudah berapa bulan sejak wabah covid-19 muncul, apakah kau masih baik-baik saja?

Banyak orang yang ingin meng-cancel tahun 2020 karena tahun ini bak mimpi terburuk, namun sayangnya ini nyata. Orang-orang kehilangan keluarga terkasih, pekerjaan, harta, dan tentunya kebebasan untuk melakukan banyak hal. Kita semua dipaksa menjalankan normal baru yang dirasa sama sekali tidak normal sebelumnya.

"Menggunakan masker dimanapun? Apa kau bercanda?"

Tentunya bagi sebagian orang teramat tidak nyaman, menyesakkan, bikin pusing, dsb.

"Mencuci tangan dan dilarang sering menyentuh mulut dan mata? Nope, itu bukan gue banget!"

Ya teman, pasti teramat sulit menerapkan rutinitas baru apalagi kau telah hidup berpuluh tahun lamanya dengan kebiasaan lama.

Tapi kami mohon, bertahanlah!

Tetaplah dengan rasa rendah hati mu untuk mematuhi aturan protokol kesehatan yang berlaku dimanapun. Penyakit ini bukanlah omong kosong belaka, ia nyata dan teramat berbahaya.

Mungkin ribuan informasi yang datang iring berganti membuat pikiran mu mempertanyakan kebenarannya. Tentunya lebih mudah untuk mempercayai bahwa ini adalah sebuah kebohongan karena itu lebih masuk akal, kan?

"Masak sih bisa menewaskan dengan mudah, toh buktinya aku yang sering keluar tanpa masker sampai sekarang gak kenapa-kenapa!"

Tentu, bukan hanya kamu yang berpikir begitu. Nyawa memang ada di tangan Tuhan, namun kali ini nyawa orang lain juga bergantung pada perilaku mu. Kau bisa saja memiliki tubuh yang cukup kuat hingga sang virus tak sanggup menginfeksi mu hingga menimbulkan gejala. Tapi jangan lupa, virus yang sudah terlanjur hinggap di tubuh bisa berpindah ke orng lain tanpa kau sadari. Pada akhirnya orang-orang di sekitar mu yang akan kena imbas atas keangkuhan mu.

Sekali lagi, kami mohon, patuhlah! 

Jadilah pahlawan dengan kontribusi sekecil apapun yang bisa kamu berikan. Untuk diri sendiri, orang terkasih, untuk dunia dan segenap penduduknya. Kita pasti bisa.

Senin, 06 Juli 2020

Tumpahan Hati

Beberapa minggu ini aku tengah dirundung kegalauan, di usiaku yang hampir 27 tahun ini aku dihadapkan akan berbagai pilihan. Mau kemana aku selanjutnya, jadi orang seperti apa aku kelak. Setelah aku berhenti bekerja dan melahirkan anak kedua, hari-hari ku dipenuhi dengan urusan rumah tangga pada umumnya. Memasak, berberes rumah, menemani si buah hati bermain dan sebagainya, aku menikmati nya. Hingga suatu saat aku membaca berita mengenai seseorang yang menginspirasi, lulusan S2 Public Health di Harvard University bernama Nadhira Afifa. 

Aku mulai menelusuri seluk beluk latar belakang nya, menghadiri webinar yang ia isi sebagai pembicara, bahkan aku mengirim DM melalui ig hanya untuk menyampaikan kekaguman ku padanya. Ku pikir aku mengalami turning point ketika mengetahui sosoknya. Perlahan aku tersadarkan lagi akan mimpi besar ku. Tidak muluk, hanya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Teringat akan almarhum papa yang berharap anak-anaknya bisa sekolah Tinggi sampai S2, aku bahkan bermimpi sampai bisa menjadi "Ph. D" jika bisa. Hanya saja pertanyaan yang memenuhi pikiran ku tiap hari hingga kini, mau ambil jurusan apa? S2 atau PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis)? Dalam negri atau luar negeri (mengingat aku sangat ingin merasakan menuntut ilmu di negeri Sakura) ?

Pertanyaan-pertanyaan ini berhasil membuat suami ku geleng-geleng kepala karna setiap hari dia harus mendengarkan ceritaku yang selalu berubah-rubah. Kemarin ingin jadi spesialis mata, lalu hari ini tertarik dengan rehab medik, eh sorenya mau jadi THT. Besoknya mau jadi magister kesehatan masyarakat tapi pengen juga jadi ahli gizi. Begitu terus berputar-putar dengan skema jalan tempuh yang juga berubah. 

Sampai akhirnya aku terpapar dengan sebuah aplikasi parenting yang menjadi wadah bagi para orang tua berdiskusi dan Sharing pengalaman. Di apps ini juga banyak ku temui ibu-ibu yang menanyakan kondisi yang dialami anaknya dan meminta saran. Ada yang hanya sekedar masalah pola asuh sampai ke klinis disertai foto anaknya sehingga kita bisa melihat seberapa parah keadaannya. Di situ hatiku terenyuh, melihat banyak sekali makhluk kecil yang Qadarullah mengalami berbagai masalah kesehatan namun sang ibu bingung harus bagaimana hingga akhirnya lebih memilih bertanya di forum non kesehatan. Aku tidak menyalahkan mereka hanya saja aku menjadi sadar bahwa setiap orangtua pasti ingin memberi yang terbaik bagi anaknya sehingga harus banyak mencari pada berbagai sumber. Aku jadi ingin bisa membantu para orang tua ini mencari jalan keluar sesuai bidang keilmuan tapi aku sadar kompetensi ku masih belum cukup. Lalu terbersit lah sebuah gagasan yang dari dulu selalu ku anggap mustahil, "apakah aku jadi dokter anak saja?"

Aku mulai mencari info tentang seorang ibu yang berjuang melanjutkan studi di PPDS Anak, niat awalnya untuk meyakinkan diriku bahwa itu adalah hal yang akan nyaris tidak masuk akal bagi orang seperti ku. Jujur, aku selalu merasa minder dengan pencapaian ku yang hanya begini saja. Bukannya tidak bersyukur, aku selalu merasa tidak berdaya dengan kapasitas otak ku yang begitu saja, belum lagi rasa malas yang setiap hari menahanku dari berlari lebih kencang menuju tujuan. Berulang kali aku mencoba berbagai strategi untuk menghilangkan sifat-sifat buruk ku tapi selalu kembali seperti semula. Aku yang bertekad ingin aktif menjadi seorang Podcaster dan content maker di Instagram selalu terdistract dengan hal remeh temeh yang lebih menyenangkan dan tidak berfaedah. Bahkan untuk disiplin menjalankan amalan yaumiah saja masih maju mundur. Aku berulang kali meragukan niat ku ini karna sulit untuk bisa tetap konstan pada kemajuan.

Tapi... 

Malam ini Allah kembali menuntun ku kembali pada cahaya. Bak api kecil yang disirami bahan bakar, semakin aku mencari tahu semakin motivasiku membara. Ku temukan beberapa postingan pengalaman dari seorang ibu yang menceritakan pengalaman nya menjadi peserta PPDS anak sembari tetap mengurus kebutuhan keluarga nya. Mereka begitu menginspirasi, terasa kepahitan pengorbanan dan manisnya perjuangan dari tiap bait nya. 


Tidak ada yang tidak mungkin
Batasan hanya ada di pikiran kita
Musuh terbesar ku adalah diriku sendiri 
Pencapaian besar butuh pengorbanan besar
Mulai sekarang atau menyesal di kemudian hari 

... 

Klasik bukan, tapi kali ini menampar batin yang penuh keraguan ini. 

Ini aku yang tengah bersemangat, bagaimana dengan besok, apakah kemalasan akan mengalahkan ku untuk ke sekian kalinya? We'll see.. 

Minggu, 21 Juni 2020

Review spesialis obgyn perempuan di Jakarta Selatan

Halo semuanyaaaa, kali ini aku akan memberi review beberapa dokter obgyn perempuan yang aku datangi untuk kontrol selama hamil anak pertama dan kedua di daerah jakarta Selatan. Mau cerita dikit nih, aku tipe orang yang ga musti kontrol sama 1 dokter aja tapi suka nyoba-nyoba sampe nemu yang pas, sekalian liat-liat RS nya juga untuk jadi pertimbangan pilihan tempat untuk lahiran. Ini murni review sebagai seorang pasien yah, bukan sebagai sejawat bicos ga ada dari mereka yang aku kenal sebelumnya. So, here is my review! 

Doctor obstetrician with the babies illustration. | Premium Vector

Selasa, 16 Juni 2020

Ingin tetap glowing saat hamil atau masa menyusui? Hindari kandungan ini di produk skincare mu

Sebagai seorang wanita pastinya ingin selalu tampil cantik setiap waktu, betul gak moms? Apalagi dengan perubahan hormonal yang kita alami saat hamil dan menyusui terkadang dapat menyebabkan perubahan drastis pada kondisi kulit terutama di wajah yang bisa mendadak kusam, berjerawat atau masalah lainnya. Mau perawatan tapi khawatir akan berdampak buruk pada janin yang di kandung, tapi kalo ga perawatan ngerasa insecure tiap kali lagi ngaca? Jangan pusing lagi ya moms, selama kita bisa menghindari kandungan yang memang dilarang digunakan saat hamil dan menyusui, gapapa kok mau tetep menjalankan skincare regime kita. Kalau moms nya cantik kan suami dan anak juga ikutan bahagia liatnya :)) 
Nah kali ini aku akan bahas kandungan apa aja yang sebaiknya dihindari saat hamil maupun menyusui!

Rabu, 08 April 2020

Back Story of Lahiran Anak Kedua, Drama Pesen Tiket Kecepetan

Hello~~

Berhubung sekarang masih dalam mode #dirumahaja, masak udah beberes rumah udah bayi udh bobo, saatnya untuk ngeblog! Nyesel banget karna sampe sekarang belum sempet sharing tentang pengalaman lahiran anak pertama walaupun intronya udah pernah ditulis 1 paragraf tapi akhirnya cuma jadi berkas berdebu di folder laptop huhuhu. Kali ini insya Allah bisa beneran dipost, dibagi jadi 2 part karna mau ceritain dulu story sebelum lahiran yang penuh dengan drama menguras keringat dan air mata muehehehe. Bismillah, jadiiii gini ceritanyaa~

Pinterest

Gelombang cinta, mengapa kau tak kunjung datang?

Begitulah kira-kira tema tulisan kali ini, bagi buibu yang usi kehamilannya sudah masuk 36 minggu ke atas, munculnya kontraksi rahim atau yang sering kusebut 'gelombang cinta' adalah hal yang teramat diidamkan. Dengan kondisi kehamilan noral dan ga ada kontraindikasi untuk sesar, pasti kita udah diwanti-wanti sama dokter/bidan untuk bisa memicu kontraksi supaya bisa lahiran spontan.

 " Udah bisa dimulai ya bu, supaya bisa induksi kontraksi secara alami dengan rajin senam pake gymball, stimulasi puting, dan hubungan suami istri", begitu kata dokter obgyn ku di usia kehamilan 36 minggu. Saat itu aku sudah mulai sering merasakan kontraksi palsu disertai rasa mual-mual, rasanya badan gaenak ngapa-ngapain. Di saat itu aku mulai kepedean si bayi bakalan lahir dalam waktu seminggu-2minggu lagi, ditambah lagi pengalaman lahiran anak pertama ku berlangsung pas UG 37 minggu. Jadilah kami memesankan tiket pesawat untuk mertua datang ke Jakarta, karna mereka ingin sudah berada di sini pada saat aku lahiran. 

Namun ternyata rasa kepedean ku perlahan menghiilang dikarenakan gelombang cinta yang asli tak kunjung muncul. Aku dan suami mulai khawatir kami terlalu cepat memesankan tiket untuk mertua kami, ayah dan ibu suamiku sama-sama memiliki urusan yang mereka tinggalkan demi ke sini, jadi ga enak hati bila mereka membuang waktu terlalu lama di sini sedangkan aku gak kunjung lahiran. Dengan segenap jiwa aku menjadi begitu bersemangat supaya bayinya bisa lahir sebelum HPL. Tiket yang kami pesan bertanggalkan 10 maret, sedangkan HPL ku tanggal 21 maret. Kata ibu mertua ia memang sedang ada urusan juga di Jakarta, jadi tidak apa juga kalau datang lebih cepat. Tapi ternyata belakangan HPL ku mundur seminggu!! Kenapa bisa?

Kamis, 06 Februari 2020

Staycation di saat Pemulangan Dokter Internsip angkatan I thn 2019 (Finally!)


Senin lalu tepatnya tanggal 3 Februari 2020, telah dilaksanakan proses lepas sambut Dokter internsip angkatan I untuk daerah Provinsi DKI Jakarta di Hotel Grand Mercure Harmoni. Untuk gelombang 1 ini ada sekitar … wahana RS yang dibuka dengan dokter internsip yang dipulangkan berjumlah sekitar 168 orang. Berita tentang acara pemulangan ini sudah dibagikan sejak pertengahan Januari 2020, aku yang saat itu tengah menjalani dinas di puskesmas kecamatan Pesanggrahan udah merasa ga sabra menunggu hari H tiba. Setahun proses internsip dengan segala drama akhirnya terlewati.



Dari si bayi Cuma bisa merem melek sampe bisa jalan ke sana kemari dan tertawa. Bukan Cuma da yang bertumbuh kembang, bapak mamaknya juga makin subur dalam setahun ini heheh. Buanyak banget ilmu yang didapat terutama tentang cara menghadapi pasien dan rekan kerja dengan segala kepribadiannya. Belum lagi saat dinas di IGD kita dilatih untuk selalu bisa bertindak cepat dan efisien meskipun tidur kurang dan perut lapar. Bila dulu aku mengeluh karna harus melewati proses iship agar bisa mendapat STR definitive, sekarang aku begitu bersyukur pernah berkesempatan mengeyam pendidikan tambahan diluar kuliah ini.

Tak henti-hentinya ucapan syukur kubatinkan karena atas kebaikan-Nya aku bisa menjalankan proses ini di wahana yang dari segi lokasi maupun beban kerja itu bisa dikatakan enak bangeet. Dan 1 lagi hal yang paling aku syukuri adalah mendapat teman sekelompok yang baik, asik, kooperatif, lucuk, pinter, dan kompaak.

(Beating) Negative Thoughts

Ku kira, telah berhasil ku lewati fase yang paling sulit dari pengobatan penyakitku, yakni operasi. Ku kira, setelah ini aku sudah mulai bis...