Tenang, pusing gak bakal bisa menghentikan gejolak hati yang mengalir menuju ujung jari-jari ini.
So, bermula dari sebuah kisah seorang gadis muda yang begitu mengagumi negara Jepang beserta budayanya berkesempatan untuk datang dan mencoba makanan khas negeri sakura yaitu sushi. Di sanalah ia bertemu dengan seseorang yang membuat hidupnya berubah *mulai lebay*. Singkat nya kami datang, mesen, makan, kenyang kemudian iseng bertanya pada salah satu pelayan:
"mbak, itu Hiroshi-san ya?" tanya ku sambil menunjuk ke arah seorang bapak yang sedang sibuk menyapa pengunjung lainnya"
"Iya benar, mbak kenal ya?" jawab pelayan itu heran padaku yang mengenal nama master chef di resto itu.
"Ah nggak kok, mbak, cuma lihat di internet..." dan begitulah percakapan kami berakhir.
Gak ada niat mau nyamperin apalagi ngajak ngobrol, secara gak ada alasan juga untuk itu. Kecuali kami memesan 'sukiyaki' atau hotpot yang berisi berbagai bahan makanan yang khusus dimasak oleh Hiroshi-san langsung dari meja kita, bisalah caper dikit, tapi berhubung modal udah diujung dan perut udah penuh kami beneran harus bersabar kali ini. Namun rupanya gadis remaja yang menyertaiku saat itu dengan segudang mimpi di benaknya tak ingin menyerah begitu saja. Ia yang berambisi untuk melakukan gourmet report dengan serius, kemudian memaksa ku untuk meminta izin untuk meng-interview Hiroshi-san. Dia yang ambisi, ane yang jalan, yang lebih tua emang harus ngalah.
Dialog terbuka lagi namun dengan pelayan yang berbeda.
"Mbak, Hiroshi-san nya sibuk? Boleh gak kami interview?" Tanya kami bak wartawan majalah kuliner ternama.
"Oh, sebentar saya lihat dulu ya mbak..." jawabnya yang segera melesat menuju arah si master chef. "Hiroshi-san lagi makan mbak, ditunggu bentar ya.." kata si pelayan pada kami.
Di sini, di detik ini. Aku berusaha sekuat mungkin menggabungkan jiwa dan tubuhku (emangnya tadi pisah?) supaya fokus mempersiapkan pertanyaan apa yang akan ku beri. Ku tulis daftar pertanyaan dadakan di catatan kecil yang ku bawa, dalam nihongo. Ya, bahasa jepang. Kesempatan untuk ketemu orang Jepang merupakan hal yang amat jarang bagiku jadi harus bener-bener dimanfaatin buat latian kaiwa alias ngobrol. Grogi gilak, takut salah ngomong.
Belum sempat aku merasa siap, yang ditunggu telah datang ke arah kami. Udah siap makannya itu?? Cepet banget gak nyampe 5 menit. Padahal sebelum kami minta izin ama pelayannya itu dia baru aja masuk ke belakang abis masak sukiyaki. Poin pertama yang ku dapat, orang Jepang gak mau bikin pelanggannya nunggu.
"Hello..." He said.
Gue, berdiri sambil nganga.
"Please have a seat.." ucapnya ramah. Lalu aku juga mengajaknya untuk duduk juga, masih dengan eigo alias basa inggris.
Di sini, aku mulai bercuap dengan nihongo.
"Hajimemashite, Hiroshi-san, Dizi tomoshimasu.."
"Hajimemashite, Hiroshi-desu."
Perkenalan diri selesai. Hirsoshi-san kemudian melirik ke arah catatanku yang telah penuh dengan coretan.
"Shitsumon ga ippai arimasu mitai desu ne..." Katanya sambil tertawa kecil. Gak banyak kok chef-san, itu yang ditulis juga bakal lupa ditanya, batinku.
Beliau kemudian menanyakan apakah aku mahasiswa dari USU karena kemungkinan sebelumnya telah datang mahasiswa sasjep untuk meng-interview beliau. Aku jawab dari Aceh dan rupanya ia tahu bahwa Aceh provinsi yang besar. Singkatnya dari interview ini aku mendapat info bahwa nama lengkapnya adalah Shirokawa Hiroshi yang berasal dari Yokohama. Ia baru satu setengah tahun di Indonesia, tapi udah pernah pergi ke banyak tempat seperti Bandung, Bali dan Surabaya. Katanya dia belum terbiasa ama keadaan di Indonesia walaupun udah lumayan lama di sini. Ku kira beliau tenchou-san alias manager restonya tapi rupanya bukan. Hanya beliau satu-satunya orang Jepang di sana dan masih belum bisa berbahasa Indonesia. Oia beliau berkomunikasi dengan staf lainnya dengan bahasa inggris. Mungkin karena itulah sepanjang interview karyawan lain tersenyum melihat kami yang seolah berasal dari planet lain.
The ambition girl, sibuk berkeliling resto dengan handycamnya. Namun di sela-sela interview ia meminta izin untuk bisa men-shoot daerah dapur. Staf yang kelihatan punya hi-position di sana langsung bertanya tujuan kami apa. Dengan polosnya aku menjawab "kami dari Aceh, mau buat report..". Tanpa penjelasan panjang lenbar dan berdasarkan izin dari Hiroshi-san si staf tadi langsung memandu Opi masuk ke dalam dapur. Wow gak tuh? Selonggar itu kah peraturan di sini buat pelanggan banyak maunya seperti kami ini? Yasashii.. :'3
Eeeto, apa ya, saking banyaknya ngobrol ama Hiroshi-san jadi lupa. Oia, aku juga nanya kenapa di sana gak nyedian 'uni' alias daging dari hewan laut bernama 'bulu babi' yang katanya enak banget itu. Jawab beliau sih karena di sini masih susah nyediainya karena gak ada yang mengembangbiakkan. Terus juga bahaya katanya, mungkin maksudnya pas penyediaannya. Sayang sekali kataku, pengen nyoba makan padahal. Selain membicarakan seputar resto aku juga sempet curhat tentang teman skype ku, Haruka, yang ingin sekali ku jumpai langsung suatu hari. Beliau kemudian menyemangati ku dengan berkata bahwa visa dari Indo menuju Jepang akan segera free, meskipun tidak untuk sebaliknya. Yes sir, i'll go there someday!!
Interview kemudian ku tutup dengan harapan ku untuk bisa datang lain waktu dan merasakan sukiyaki buatan Hiroshi-san. "Zehi...!" jawabnya. Kuucapkan terimakasih banyak dan kami pun berfoto bersama. Beneran asik Hiroshi-san ini, waktu foto dia malah ngajak buat nge-piece (V).. Ii nee~!
Setelah beberapa kali berpose, akhirnya aku undur diri sambil meminta maaf bila banyak kata yang kurang pas dan terdengar tidak sopan. Dan tahu apa jawab nya, "iyaiya, paafekuto...!".
Dan dengan KY-nya gue jawab:
"Hontou desuka??" <= i really shouldn't have reply such obvious compliment with this, you KY!!
Hontou wa paafekuto janai deshou, baaka! awuawauwaua *__*
Sembari galau setelah berpisah dengan Hiroshi-san yang melanjutkan kembali aktivitasnya kami masuk ke dalam dapur untuk berfoto bersama chef yang lain. Rupanya benar, semua asli pribumi. Setelah itu kami berpamitan pada karyawan lain sambil mengucap terimakasih sebanyaknya. Masih dengan kegalauan menyelimuti hati kami melesat pulang.
Aaah, Alhamdulillah bener-bener rejeki dapet pengalaman hari itu. Gak nyangka ide si Opi ini bisa menorehkan cerita besar seusadahnya. Yah, maa, gak besar-besar banget sih tapi dari situ aku sadar harus lebih belajar lagi. Meskipun adik ku berkata percakapan kami terdengar begitu lancar aku tetap khawatir bahasa ku masih berupa bahasa akrab yang tidak seharusnya ku gunakan pada orang yang lebih tua. Maklum, sumber belajarnya aja variety shows ama dorama, jelas aja bahasa gak resmi. Tapi kuakui Hiroshi-san ini baik banget orangnya, meskipun kebanyakan pertanyaan yang ku lontarkan tidak seperti seorang interviewer beneran ia tetap menjawab semua dengan senyum yang sesekali diselingin tawa. Iya beliau ketawa, si Eci ampe penasaran ama apa yang kami omongin. Alhamdulillah lagi deh. Beneran pengen ke sana lagi. Tapi harus persiapan mateng baik secara ilmu bahasa juga secara finansial, heheh. Yang nikmat emang harus perjuangan ya buat dapetinnya.
Udah. Gitu aja. Biasa? Biasa. Alhamdu...lillah... :)
Sore jyaa ne!
2014年5月4日 ~ ありがとうひろしさん!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar